Cerpen Jola-Joli Dari Cikini mejeng di Majalah Hai edisi 11 tanggal 16-22 Maret 2015
JOLA-JOLI DARI CIKINI
Cerpen
Setiyo Bardono
===============================================================
Jemari Panji asyik berselancar di
permukaan layar telepon genggam. Percakapan di grup WhatsApp
(WA): Train to School membuat Panji lupa
diri. Saat itu tubuhnya bersandar di dekat pintu kereta rel listrik (KRL). Area
yang membutuhkan kewaspadaan ekstra.
Sepasang daun pintu kereta melakukan
percobaan penutupan. Seperti biasa, pintu kembali terbuka sebentar sebelum
mengatup sempurna. Itulah isyarat yang hendak disampaikan pintu kepada kereta sebelum
beranjak meninggalkan stasiun.
Jika sigap, seseorang masih bisa
memanfaatkan celah waktu saat pintu menutup untuk menyelinap masuk atau keluar ke
dalam kereta. Penumpang yang baru sampai di stasiun dan tak mau menunggu kereta
berikutnya. Penumpang yang terlena, kemudian sadar kalau KRL sudah sampai di
stasiun tujuan. Ada juga seseorang yang sengaja mengincar kesempatan untuk
keluar sambil menyambar.
"Jambret! Jambret!"
Seisi kereta mendadak heboh
mendengar teriakan Panji. Telepon genggamnya seketika berpindah tangan. Berbagai
reaksi, teriakan dan celotehan memenuhi sekujur kereta. Rupanya ada sepasang
mata yang jeli mengamati gerak-gerik Panji. Pasti mata itu berbinar-binar
menatap smartphone kinclong di tangannya.
Begitu kesempatan tiba, tangannya bergerak menyambar ponsel Panji dan menyelinap
keluar. Panji pun reflek mengejar.
Heks! Daun pintu kereta menggencet
tubuhnya seperti tempe penyet. Ia berharap semoga tak ada tulang rusuknya yang
patah. Namun kondisi pintu yang terganjal membuat kereta mengurungkan niat
untuk beranjak. Sesuai prosedur keselamatan, jika pintu tak tertutup sempurna,
kereta tak akan diberangkatkan.
Pintu kereta mengendurkan
cengkeramannya. Panji bergegas mengejar penjambret yang kabur secepat babi
ngepet. Pejambret pasti sudah mencapai ujung rangkaian dan meloncat dari lantai
peron ke rel kereta. Di jalur penuh bebatuan penjambret akan berlari kencang menghindari
kejaran. Tengah hari bolong begini, kondisi stasiun Depok sepi.
Sampai ujung peron, dengan nafas terengah,
Panji terperangah. Ia mengucek mata, seakan tak percaya. Di atas rel kereta,
nampak seseorang sedang berkelahi menaklukkan penjambret. Bukan penumpang
lelaki atau satpam stasiun, tapi seorang gadis berambut panjang. Dari
gerakannya, terlihat kalau gadis itu memiliki ilmu beladiri.
Beberapa penumpang berdatangan
memenuhi ujung peron. Semua berdecak kagum melihat ketangguhan gadis itu. Dalam
sekejap, penjambret berhasil diringkusnya. Dua orang satpam berlarian
menghampiri TKP (Tempat Kejadian Peringkusan). Penjambret langsung diseret
menuju stasiun, diiringi teriakan dan caci maki.
Di ruang satpam, Panji dan gadis itu
dimintai keterangan. Panji jadi tahu siapa pahlawan penolongnya. Gadis jagoan
itu bernama Juleha, anak Cikini, siswi kelas 3 SMA Perjuangan di Pasar Minggu. Berarti
tak jauh dari sekolahnya di SMK Generasi Bangsa, dekat stasiun Lenteng Agung.
Sebagai penggemar berat kereta, rupanya
Juleha sedang hunting foto di stasiun
Depok. Saat sedang mencari obyek yang menarik, ia melihat ada lelaki berlari
kencang diiringi teriakan, “Jambret…”. Juleha langsung mengejarnya hingga
terjadi perkelahian.
“Terima kasih ya. Kalau tidak ada
Juleha, entah bagaimana nasib hape
saya.”
“Makanya hati-hati kalau mainan hape di kereta,” jawab Juleha dengan
cueknya.
Panji garuk-garuk kepala. Ia sempat keder berada di dekat Juleha. Tapi
setelah mencuri-curi pandang, ternyata Juleha cantik juga. Panji merasa ada
desir aneh di dalam hatinya. Sepertinya ia telah jatuh cinta pada pandangan
kereta.
--- oOo ---
Panji tak henti menciumi ponsel-nya.
Hampir saja tangan jambret memisahkan kebersamaan yang baru terjalin dua
mingguan. Untung saja, ada supergirl
yang datang menolongnya. Oh, Juleha gadis cantik dari Cikini, kenapa bayang wajahmu
tak bisa hilang dari hati.
Panji menatap langit-langit
kamarnya. Peristiwa siang ini telah mempertemukannya dengan bidadari pujaan
hati. Ah, mengapa tadi ia tak menanyakan nomer telepon Juleha. Ternyata
kecantikan Juleha telah menyihir pikiran. Jalan satu-satunya, ia harus
menanyakannya pada kepala satpam stasiun Depok.
Panji membuka akun facebook-nya, ia ingin sekali curhat
masalah kecopetan tadi di grup krlmania. Ternyata sudah ada member yang menggunggah foto seorang lelaki
berdiri di Stasiun Manggarai. Orang tersebut bertelanjang dada, hanya memakai celana
kolor dan berkalung kardus dengan tulisan: SAYA COPET!
Panji sepertinya mengenali sosok
lelaki yang dipajang dan menjadi tontonan gratis. Tak salah lagi, lelaki ini
yang telah menjambret telepon genggamnya. Keterangan foto menguatkan dugaannya.
Syukurin! Penjahat seperti dia memang harus dikasih pelajaran.
Tapi dalam foto itu tak ada
keterangan kalau yang meringkus penjambret itu seorang siswi SMA. Ah, biar
saja, nanti kalau ketahuan bisa-bisa jadi banyak saingan yang mendekati Juleha.
Tapi apakah ia punya nyali?
Panji terus membaca komentar yang
bermunculan. Tiba-tiba matanya terpaku pada akun bernama Fjola Imoet. Foto
profilnya menampilkan raut muka seorang gadis. Sayang ada rambut hitam panjang
tergerai yang sengaja diatur menutupi sebagian wajah. Walau begitu Panji merasa
pernah melihat senyuman sang gadis.
Komentar yang pedas dan sedikit
sadis menguatkan keyakinan Panji untuk menelusuri si pemilik akun. “Badan masih
kekar gitu, cari kek kerjaan yang halal buat kasih makan anak istri. Masih
untung hanya dipajang doang, coba kalau digebukin atau dibakar massa.”
Beberapa keterangan dalam profil akun
Fjola Imoet memiliki kesamaan data dengan Juleha. Mereka sama-sama siswi SMA
Perjuangan. Hobinya sama: hunting foto kereta. Berambut panjang juga. Dalam
beberapa pose fotonya, walau tersamar Panji yakin bahwa Fjola tak lain adalah
Juleha.
Dengan mantap Panji memberanikan
diri mengajukan permintaan pertemanan. “Aku yakin kamu Juleha yang menolongku dari
jambret di stasiun Depok. Mungkinkah kita bisa berteman?”
Tak disangka, respon pemilik akun
sangat cepat. Dalam sekejap, pertemanannya diterima, dengan jawaban lumayan
sinis.
Fjola: “Terus kalau sudah berteman
mau apa?”
Panji: “Ya barangkali saya bisa
berteman lebih dekat. O iya, Panji perlu mengucapkan terima kasih atas
pertolongannya.
Fjola: “Tadi kan udah terima kasih. Pake
siaran ulang kayak FTV.”
Panji: “Galak amat! Eh panggilnya
Jola apa Juleha sih.”
Fjola: “Terserah! Mau Juleha, Jola atau
Joli, asal jangan Bang Jali aja.”
Panji tersenyum, ternyata Juleha
bisa juga bercanda. Seketika Panji teringat lagu Jali-Jali dari Betawi.
Ini dia si Jola-Joli. Wajahnya cantik wajahnya cantik menarik
hati.
--- oOo ---
Walau sudah cukup lama menjalin
pertemanan, hubungan Panji dan Juleha belum mengalami perkembangan signifikan.
Beberapa kali Panji melakukan pendekatan dengan mengirim puisi dan kata-kata
indah, namun ditanggapi dingin-dingin saja. Permintaannya untuk bisa bertandang
ke rumah Juleha selalu mendapat penolakan halus. Mau menyantroni SMA
Perjuangan, Panji tak punya nyali.
Pencapaian terbaik Panji baru dalam
tahap menemani Juleha hunting foto di Stasiun Cilebut. Tapi Panji hanya bisa
melihat Juleha asyik dengan kameranya, membidik stasiun dan KRL yang melintas.
Saat istirahat di Warung Bakso Cinta depan stasiun Cilebut, sebenarnya ada
kesempatan untuk mengungkapkan isi hati. Namun, entah mengapa lidah Panji kaku
seperti kanebo kering.
Malam semakin matang, namun Panji
tak juga bisa memejamkan mata. Pikirannya terus terbayang-bayang pesona Juleha,
yang trengginas seperti Angelina Joli. Sepertinya benar kata Fahmi, sahabatnya,
“Juleha itu bukan gadis sembarangan, jadi harus didekati dengan cara istimewa.
Kalau cara-cara biasa pasti tidak akan diterima.”
Panji tersenyum. Sebuah ide
cemerlang melintas di kepalanya. Tiba-tiba Panji tak sabar ingin lekas melihat
matahari pagi.
Jola Joli dari Cikini sayang. Jola Joli dari Cikini, aku tak
menyerah sampai di sini
Sepulang sekolah, Panji mengajak
Fahmi menuju stasiun Manggarai. Sebenarnya Fahmi tidak setuju dengan rencana
gilanya. Tapi sebagai sahabat sejati, ia terpaksa menemani.
“Cinta memang gila,” ujar Fahmi.
Di keramaian Stasiun Manggarai,
Panji bergerak cepat untuk melaksanakan prosesi pernyataan cinta tak biasa.
Sebelumnya ia membisiki petugas keamanan stasiun agar rencananya berjalan
lancar. Petugas keamanan hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Walau sempat
menimbulkan sedikit keriuhan, rencana itu berjalan dengan baik.
Panji tersenyum puas saat menatap
layar telepon genggamnya. Dengan beberapa sentuhan, ungkapan cintanya pada
Juleha meluncur deras menerobos ruang maya. Panji tidak bisa membayangkan ekspresi
Juleha saat membuka akun facebook-nya.
Gadis itu akan mendapati sebuah gambar terpampang di linimasa.
Foto Panji berdiri di peron stasiun
Manggarai dengan leher berkalung karton bertuliskan: “IJINKAN SAYA MENCOPET HATIMU
JULEHA.”
--- oOo ---
Depok, 12 Januari 2015
*Setiyo Bardono, TRAINer kelahiran Purworejo 15 Oktober, penulis
buku antologi puisi “Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta” dan novel kereta
“Separuh Kaku.”
Telpon:
0812 9384 1145
Email:
setiakata@yahoo.com