(cerita ini saya tulis sebagai bentuk penghargaan terhadap kejujuran seorang office boy yang menemukan Kartu Multi Trip dan berusaha mengembalikannya)
Paijo tertegun menatap sederet angka yang tertera di layar mesin
pengecek saldo. Tiga kali ia menempelkan Kartu Multi Trip (KMT). Saldonya tetap
sama: 247.000.
Selama menjadi pengguna Kereta Rel Listrik (KRL) belum
pernah saldo tiket elektroniknya lebih dari empat puluh ribu. Paijo tak
menyangka, KMT yang ditemukannya dalam perjalanan menuju Stasiun Gondangdia
menyimpan saldo menggoda.
Di saat yang sama, saldo KMT miliknya sangat
mengenaskan: dua belas ribu rupiah. Hanya selisih seribu rupiah dari saldo
minimal. Saatnya mengisi ulang agar tidak terkena denda suplisi lima puluh ribu
rupiah.
Antrian di depan loket nampak mengular. Paijo mendesah
sambil mengibaskan KMT tak bertuan. Tak ada identitas maupun foto pemilik.
Satu-satunya jejak hanya goresan tanda tangan.
Jika harus mengembalikan pada pemilik sah, bagaimana
cara menyusurinya? Apakah ia harus mematuhi ketentuan yang tertera di balik
KMT: Barang siapa yang menemukan kartu ini harap mengembalikan ke stasiun
terdekat.
Kebimbangan menguasai pikiran. Ketika nanti pengumuman
penemuan KMT menggema di Stasiun Gondangdia, jangan-jangan banyak orang yang
mengaku kehilangan. KMT ini bisa jatuh ke tangan orang yang tidak berhak.
Seketika pikirannya rusuh. Ah, mengapa bukan aku saja
yang menggunakannya. Lumayan bisa naik KRL gratis selama satu setengah bulan.
Paijo mencoba menghalau pikiran buruk dan mengukuhkan
pendirian. Ia tak boleh menggunakan barang yang bukan miliknya.
Ia lekas merogoh saku bajunya, tak ada selembar
uangpun. Dompet pun mengangga menjulurkan dua lembar uang sejumlah tiga puluh
ribu rupiah. Alhamdulillah masih bisa isi saldo dan naik angkot ke rumah.
Saat berdiri di ujung antrian penumpang yang membeli tiket,
telepon genggamnya bergetar. Gambar amplop putih berkedip-kedip di layar. Pesan
dari Nuraini, istrinya terbuka.
“Pa, nanti mampir ke pasar. Beli jeruk Medan buat
Intan, 2 kilo yang gede-gede.”
Deg! Paijo tertegun. Dua kilo jeruk harganya dua puluh
lima ribu. Sisa uang lima ribu tak mungkin digunakan untuk isi ulang KMT dan
naik angkot. Tapi rasanya tak tega menolak permintaan istrinya.
Seketika, Paijo teringat pada KMT temuan di saku
bajunya. Sekali ini saja, tak apalah memakainya. Toh hanya berkurang sedikit.
Pemiliknya pasti bisa memakluminya, pikir Paijo.
Paijo pun keluar dari antrian. Tubuhnya bergerak
menuju deretan pintu masuk.
--- oOo ---
Paijo turun dari KRL dan mengikuti arus keluar penumpang menuju
pintu keluar Stasiun Depok Baru. Seusai mengantri, ia menempelkan KMT di gate
out. Ia membolak-balik KMT, namun lampu indikator tak jua menyala hijau. Saat
seorang petugas menghampirinya, Paijo melihat goresan tanda tangan di KMT.
Paijo tersadar bahwa itu bukan KMT miliknya.
“Maaf Pak salah kartu,” kata Paijo kepada petugas.
Paijo merogoh KMT lain yang ada di dalam saku
celananya. Begitu menempel di gate out, lampu indikator langsung menyala hijau.
Ia bergegas keluar, melangkah menuju deretan lapak pedagang buah tak jauh dari
ujung peron stasiun. Musim Duku Palembang sudah usai, lapak-lapak dikuasai oleh
salak pondok dan jeruk.
“Berapa Bang?” tanya Paijo sambil mencicipi jeruk yang
sudah terkelupas. Rasanya manis juga.
“Biasa sekilo lima belas ribu,” kata pedagang jeruk.
“Sepuluh ribu ya Bang.”
“Belum bisa Pak. Kalau beli dua kilo bisa dua puluh
lima ribu.”
“Sekilo saja deh.”
Sambil memilih jeruk, peristiwa sebelumnya melintas
dalam pikiran. Pikiran rusuh berhasil membujuknya untuk menggunakan KMT Temuan.
Saat kakinya tinggal selangkah lagi melewati pintu masuk Stasiun Gondangdia,
suara Adzan terdengar. Paijo berhenti dan memutuskan untuk Sholat Isya. Basuhan
air wudhu, perjalanan rakaat dan doa meluruhkan niatan kusut di hatinya.
Walaupun sisa saldo di KMT temuan begitu menggoda, ia
tak berhak menggunakannya. Sebagai seorang office boy, ia terbiasa membawa uang
pas saat bekerja. Tapi itu bukan alasan untuk memanfaatkan keadaan. Uang tiga
puluh ribu di sakunya masih cukup untuk mengisi ulang KMT dan membayar angkot.
Permintaan istrinya untuk membeli jeruk masih bisa dipenuhi walau hanya sekilo
saja.
Setelah transaksi jeruk selesai, Paijo bergegas menuju
pangkalan angkot biru 03. Perjalanan menuju rumahnya di Kampung Telaga relatif
lancar. Saat menyusuri kelokan gang menuju rumahnya, Paijo sudah menyiapkan
kata untuk istri tercinta.
“Maaf Bu, jeruknya cuma sekilo. Uang Bapak kurang,”
kata Paijo sambil mengendong Intan, buah hatinya.
“Ya sudah, nggak apa-apa. Saya bikin teh dulu ya Pak,”
jawab istrinya sambil tersenyum manis.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dan suara salam.
Paijo membalas salam dan membuka pintu.
“Eh Bu Lestari, silakan masuk Bu.”
“Di sini saja Pak. Saya cuma mau ngasih oleh-oleh.
Tadi sore ada saudara datang dari kampung.”
“Wah terima kasih Bu.”
Setelah Bu Lestari pulang, Intan melongok isi kantong
plastik. “Ju uk,” kata Intan sambil mengambil satu buah jeruk. Paijo tersenyum
melihat tingkah Intan. Alhamdulillah, sepertinya Tuhan mengirimkan Bu Lestari
untuk menggenapi buah jeruk menjadi dua kilo sesuai permintaan istrinya.
Saat berganti baju, Paijo mengamati KMT temuan yang
tergeletak di meja. Paijo mendesah, Bagaimana cara mengembalikan KMT ini pada
pemiliknya?
--- oOo ---
Anton tertegun menatap KMT yang tergeletak di meja kerjanya. Tak
ada jejak identitas di tiket elektronik selain goresan tanda tangan. Sekarang
bagaimana ia bisa mengembalikan KMT itu pada pemiliknya.
Sebagai seorang Marketing Manager, Anton sudah
terbiasa memegang amanah dari pimpinan perusahaan. Setiap tugas selalu
dikerjakannya dengan baik dan profesional. Sekarang, integritasnya teruji saat
menerima kepercayaan dari seorang Office Boy (OB).
Sebenarnya ia sempat menolak halus, saat Paijo
menyerahkan KMT temuannya. Baginya, keberadaan KMT itu hanya akan menambah
bebannya saja. Namun kejujuran Paijo membuatnya luluh. Seorang OB dengan
penghasilan pas-pasan berniat mengembalikan KMT temuan bersaldo 247.000. Sebuah
kejujuran yang tak ternilai harganya.
Jika Paijo diam-diam menggunakan KMT itu, tak akan ada
seorang pun tahu. Namun kejujuran menggerakkan hatinya, “Maaf Pak Anton, saya
minta tolong KMT ini dimasukin ke Pesbuk. Kasihan yang punya pasti kebingungan.
Saldonya lumayan banyak. Bapak kan punya banyak kenalan penumpang KRL. Saya
tidak punya pesbuk, apalagi twiter pak.”
Walaupun memiliki kedudukan cukup tinggi, dalam
pergaulan Anton tak pernah membedakan status maupun tingkat ekonomi seseorang.
Tak heran jika ia juga akrab dengan banyak orang termasuk office boy di gedung
tempatnya bekerja.
Anton bergegas memotret KMT temuan itu. Ia harus berusaha
menghargai kejujuran Paijo. Dalam kehidupan tergesa, nilai-nilai kejujuran
banyak yang hilang digilas laju peradaban. Anton merasa bersyukur karena
kejujuran itu ternyata masih ada dan tak jauh dalam kehidupannya.
Anton pun mengunggah foto KMT itu di grup facebook
KRLMania beserta pengumuman.
Seorang Office Boyi menemukan sebuah KMT di Jalan
Wahid Hasyim, Jakarta. Di balik KMT ada tanda tangan pemilik. Barang siapa
merasa kehilangan harap menghubungi saya melalui pesan pribadi. Untuk
menghindari klaim dari orang yang tidak bertanggung jawab, sebutkan:
- Perkiraan saldo terakhir KMT
- Mengirimkan scan/foto tanda tangan.
Anton tersenyum. Ia berharap usahanya ini akan
membuahkan hasil.
--- oOo ---
“Kamu bego banget sih Jo,” kata Hendra saat sedang istirahat di
Pantry.
“Ya iya lah. Kalau pinter aku sudah jadi Bos,” jawab
Paijo sekenanya, sambil mengelap meja.
“Kamu bisa aja Jo. Ini masalah kartu multi trip itu.
Kok kamu kasih ke Pak Anton sih.”
“Jadi harus kukasih ke kamu Ndra. Lha enak amat. Kartu
itu bukan aku kasih ke Pak Anton. Aku cuma minta tolong sama Pak Anton buat
mencari pemiliknya.”
“Emang kamu yakin Dia bisa nemuin pemiliknya?
Jangan-jangan malah diembat.”
“Hush! Kamu tak boleh berburuk rupa eh berburuk
sangka. Pak Anton punya banyak kenalan sesama penumpang kereta. Pasti dia tahu
caranya menemukan pemilik kartu itu.”
“Kamu yakin Jo.”
“Yakinlah. Kalau aku kasih ke kamu baru aku nggak
percaya.”
“Sialan kamu Jo. Padahal mau aku beli lima puluh
ribu.”
“Terima kasih Ndra. Barang nemu kok dijual.”
“Bagaimana kalau seratus ribu. Kontan.”
Hendra mengeluarkan dompet dan mengambil selembar uang
seratus ribu. Hendra mengibaskan uang itu.
“Bagaimana Jo. Tawaran baik tidak datang dua kali.”
“Banyak uang kamu ndra. Mendingan uangnya buat bayar
utangmu yang numpuk di warung Mpok Nurul, Ndra.”
“He he. Kok kamu tahu.”
“Ya tahu lah. Kemarin Mpok Nurul curhat: Tolong
ingetin Hendra buat bayar utang.”
“Payah nih Mpok Nurul, pake sewa tukang tagih segala.
Jangan kuatir Jo, nanti pasti aku lunasin,” kata Hendra sambil garuk-garuk
kepala.
“Nah, gitu dong. Beli rokok sebungkus bisa kontan, kok
makan malah ngutang,”
“Kok malah ngomongin utang sih. Penginnya sih naik
kereta bisa ngutang juga.”
“Emang sepure Mbahmu.”
“Rooming deh. Kalau aku jadi kamu, kartu itu aku pakai
sendiri. Lumayan, saldonya kan banyak. Nggak akan ada yang tahu.”
“Nggak ah. Aku nggak berhak memakainya.”
“Kamu sok bermoral Jo.”
Paijo hanya tersenyum menanggapi perkataan temannya.
Kartu Multi Trip itu memang berisi saldo yang menggiurkan. Ia tak mau
memanfaatkan saldo di tiket temuan, namun mengurangi saldo bekal perjalanan di
hari kemudian.
--- oOo ---
Sejak mengunggah berita temuan Kartu Multi Trip, Anton menerima
beberapa pesan di akun Facebooknya. Semua mengaku kehilangan tiket elektronik.
Sayangnya, belum ada yang bisa menulis dengan tepat atau
setidaknya mendekati perkiraaan nilai saldo. Anton tersenyum. Ternyata banyak
juga penumpang KRL yang kehilangan KMT.
Anton sempat bernafas lega saat seseorang mengaku kehilangan KMT
bersaldo 250 ribu. Namun saat diminta mengirimkan foto tanda tangan, orang
tersebut tak membalas lagi pesannya.
“Bagaimana Pak, sudah ada kabar baik?” tanya Paijo saat
menyerahkan sebungkus gado-gado.
“Sudah ada beberapa yang mengaku kehilangan, tapi semuanya tak
bisa menebak saldonya. Sabar Jo, kan baru dua hari,” jawab Anton.
“Iya Pak Anton, saya paham. Maaf kalau saya sudah merepotkan
Bapak,” kata Paijo sopan.
“Nggak apa-apa Jo. Ini pakai lontong dan pedas kan?”
“Iya Pak, kan karetnya dua.”
“Sip lah. O iya kamu pernah nggak bertanya pada tukang gado-gado,
mengapa kalau pedas kok karetnya dua?” tanya Anton iseng.
“Wah belum pernah Pak. Mungkin SOP-nya begitu Pak.”
“Kalau menurut pendapat kamu?”
“Ini mungkin lho Pak. Mungkin semacam falsafah tersirat agar saat
menghadapi pedasnya kehidupan manusia harus lebih menguatkan ikatan iman dan
keyakinan. Manusia kan menjalani dua kehidupan di dunia dan akherat nanti.
Makanya karetnya dua.”
“Bisa jadi Jo. Kamu hebat juga. Saya saja tidak pernah berpikir
sejauh itu. Tahunya makan saja.”
“Ah Bapak bisa saja. Kok jadi ngerumpi gado-gado ya Pak. Maaf,
saya harus ke dapur dulu.”
Anton tersenyum menatap tubuh Paijo hingga hilang dibalik pintu.
Ternyata dibalik sebungkus gado-gado pedas terselip nilai-nilai kehidupan.
Hebatnya, yang mengupas falsafah itu adalah seorang office boy. Kita memang tak
boleh meremehkan seseorang.
Saat hendak membuka bungkusan gado-gado. Sebuah pesan masuk ke
akun facebooknya.
“Pak Anton, mengenai KMT yang Bapak temukan, mungkin itu milik
teman saya. Soalnya KMT-nya yang hilang juga ada tanda tangannya.”
Dengan semangat, Anton bergegas menjawab pesan dari akun aditya
gantenkz.
“Oke, kalau begitu suruh temannya menyebutkan perkiraan saldo dan
mengirim foto tanda tangan.”
Entah mengapa, tiba-tiba Anton merasa tak lama lagi akan ada titik
terang.
--- oOo ---
Titik terang menjelma bersama kedatangan Asti, perempuan pemilik
KMT yang ditemukan Paijo. Sehari sebelumnya, Asti mengirimkan pesan di akun
facebook Anton.
Perkiraan saldo KMT yang disampaikan Asti memang tak
persis sama, tapi tak jauh berbeda. Memori manusia kadang rapuh dalam mengingat
angka-angka. Yang terpenting: guratan tanda tangannya sama dengan goresan di
KMT. Sesuatu yang tak mudah dimanipulasi.
“Terima kasih Pak Anton. Maaf sudah merepotkan.
Sebenarnya saya sudah mengikhlaskannya. Rasanya mustahil KMT yang hilang itu
bisa kembali,” kata Asti saat mereka bertemu di lobi untuk serah terima KMT.
“Sama-sama Bu Asti. Sebenarnya bukan saya yang
menemukan. Saya hanya membantu Mas Paijo, office boy di kantor ini. Maklum dia
belum punya fesbuk,” jawab Anton.
“Apakah saya bisa bertemu dengannya Pak?”
“Oh bisa Bu. Sebentar saya panggil Mas Paijo.”
Anton mengirim pesan pendek ke Paijo. Sambil menunggu
kedatangan Paijo, mereka berbincang-bincang.
“Sepertinya KMT itu jatuh sewaktu saya mengambil
handphone di saku jaket,” cerita Asti yang waktu itu sedang melintasi jalan
raya Wahid Hasyim sesudah turun dari Stasiun Gondangdia.
“Kalaupun KMT itu ditemukan, saya pikir akan kesulitan
bagi orang untuk melacak pemiliknya. Tak ada identitas dalam KMT. Saya hanya
iseng membubuhkan tanda tangan. Eh tak tahunya ditemukan oleh orang sebaik Mas
Paijo,” lanjutnya.
“Begitulah kekuatan media sosial bu. Walau memang
media sosial seperti pisau bermata dua. Semua tergantung bagaimana cara kita
memanfaatkannya,” jawab Anton.
Tak lama kemudian Paijo muncul. Anton segera
memperkenalkan Asti kepada Paijo.
“Mas Paijo, ini namanya Bu Asti, pemilik KMT itu. O
iya, saya mau ke belakang dulu. Silakan ngobrol-ngobrol,” kata Anton. Ia ingin
membiarkan Asti dan Paijo berbincang tanpa ada gangguan dan rasa sungkan.
Sekitar setengah jam kemudian ia kembali ke lobi.
Anton mendapati Asti sudah sendirian. Mungkin urusan dengan Paijo sudah
selesai.
“Maaf Pak, saya harus pamit dulu. Sekali lagi terima
kasih,” kata Asti dengan sopan.
Sambil mengantarkan Asti hingga ke depan kantor, Anton
mencoba bertanya, “Bagaimana bu, tadi sudah berbicara dengan Mas Paijo kan.”
“Iya Pak. Saya jadi nggak enak Pak. Mas Paijo memang
baik orangnya. Tadi saya mau kasih uang buat ucapan terima kasih tetapi Mas
Paijo menolaknnya. Ia hanya bilang, doakan agar saya sehat dan selalu bisa
berkarya.”
Perkataan Asti membuat Anton termenung. Seketika
berbagai pikiran berseliweran seperti lalu lalang kendaraan.
--- oOo ---
Paijo terguncang-guncang di atas KRL Commuterline. Malam ini ia ingin cepat pulang, memeluk istri dan anaknya, dan menceritakan kabar gembira.
Kisah penemuan tiket Multi trip dua bulan lalu ternyata belum berakhir. Siang tadi ia dipanggil oleh Pak Bramantyo, Direktur Utama tempatnya bekerja. Di ruangan kerja Pak Bramantyo, sudah ada Pak Anton dan Bu Asti. Awalnya Paijo menduga, Pak Bramantyo menyuruhnya menghidangkan makanan dan minuman. Namun, yang terladi di luar dugaannya.
"Saya sudah mendengarkan kisah kejujuran Pak Paijo saat menemukan Kartu Multi Trip dari Pak Anton dan Bu Asti. Karena itu, saya memutuskan untuk mengangkat Pak Paijo sebagai karyawan tetap. Kejujuran Pak Paijo bisa menjadi teladan bagi karyawan lain. Saya merasa bangga memiliki karyawan seperti Pak Paijo," kata Pak Bramantyo.
"Alhamdulillah. Terima kasih Pak Bramantyo atas kepercayaannya. Sebenarnya sudah menjadi kewajiban saya untuk mengembalikan KMT itu pada Bu Asti," jawab Paijo dengan bibir gemetar. Ia sangat terharu atas kebaikan pimpinannya.
"Pak Paijo memang pantas mendapatkannya. Nanti bagian HRD akan mengurus semuanya," ucap Pak Bramantyo sambil menepuk pundak Paijo.
"O iya, Bu Asti juga datang kemari karena ada sesuatu yang ingin disampaikan. Silakan Bu Asti," lanjut Pak Bramantyo.
"Begini Pak. Terus terang, kejujuran Pak Paijo sangat menyentuh hati saya. Kebetulan saya bekerja di perusahaan travel. Karena itu, saya ingin memberikan kesempatan bagi Pak Paijo sekeluarga untuk umroh ke tanah suci," ungkap Bu Asti.
Paijo seketika merasa lemas. Ia tak bisa berkata-kata. Paijo sama sekali tak menyangka akan mendapatkan limpahan rejeki yang bertubi-tubi.
"Alhamdulillah, terima kasih Bu Asti. Saya benar-benar tidak menyangka. Ya Allah, terima kasih atas nikmat dan karunia yang Engkau berikan pada hamba-Mu ini," ucapnya terbata-bata. Suasana haru seketika menyelimuti ruang.
KRL Commuterline terus berderak membawa tubuh-tubuh yang berdesakan menuju jalan pulang. Paijo terus mengingat peristiwa siang tadi. Dalam guncangan kereta, tak terasa air matanya mengalir.
--- selesai ----
Depok, Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar