Rabu, 26 Februari 2014

4 Puisi Kereta di Buku Antologi Resonansi


Sajak Pendek ttg Bangku Panjang Stasiun
Puisi Setiyo Bardono

/1/
dengan raga terluka
rel kereta menemu cinta

/2/
dengan tubuh tak utuh
sepenggal rindu terengkuh

/3/
ketika rindu berkubang batu
resah meletup ngilu

/4/
ketika tangan kaki terpasung
rindu berderak limbung

/5/
ketika terjerat riuh pertemuan
cinta terisak berangkulan

depoklama, 9 Feb 2010
---------------------

Pada Beranda Peron
Puisi Setiyo Bardono

pada beranda peron yang terguyur terik matahari, aku mencium aroma sampah yang meruap bersama sisa hujan. hempasan banjir bandang terbaca pada deretan lapak yang terdampar di pesisir berbatu. tidak ada bendungan jebol atau sungai meluap, hanya angin yang akan datang bersambut lengang. wangi gorengan tahu membawa geliat kehidupan di rahim perempuan yang menyembunyikan nyala api di sisi lapak.

pada mengkilap pintu yang baru terpasang, kulihat wajah ibu kereta terseok memasuki beranda. dari sepasang matanya yang retak aku mengeja duka yang tak sempat menjadi kata. walau dada sesak, rahimnya selalu hangat merangkum keluh anak-anak.

sepanjang perjalanan, air matanya deras menetes, mengumpal menjadi bongkahan-bongkahan batu, menyisakan banyangan kelam di kilap pintu.

Depoklama, 17 Feb 2010
----------------------



Perempuan Bermata Sinyal
Puisi Setiyo Bardono

dalam teduh berawan kerudung, sepasang sayap elang mengembara dalam luas langit wajahmu. telah kau goreskan selarik jiwa yang menghanyutkan angan dalam keluasan kembara. hingga cahaya sinyal terpukau, jatuh tergelincir di sumur matamu. perjalanan hati seketika kacau. Haruskah kuganti gerowong sinyal dengan sepasang matamu, agar tak sesat ketika memulai laju.

Gerbong3, 18 Februari 2010
--------------------------

Depok +93 M
Puisi Setiyo Bardono

dengan selang bening yang mengalirkan gemuruh ombak, engkau menandai permukaan sungai batu di bisu papan nama stasiun. bersama buih asin yang merasuki luka-luka di kakiku, bergerbong-gerbong beban merayap dan mendamparkan resah di gemuruh pantai hatimu.

di pesisir peron aku menanti anak laut datang membawa tangkapan besar. pada cucuran keringat yang membasahi legam kulitmu, aku menaruh sepercik harap. pada liat rusuk yang mendayung kekar tubuh, engkau pasti bisa menyangga beban tak terkira. sebagaimana engkau telah terbiasa mengarungi ganas laut luas.

tapi ada resah yang menyelinap bersama desir angin laut. Kuharap engkau tidak datang bersama gelombang besar yang memporak-porandakan periuk ibuku.

stadela 11 Feb 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar